Berhati-hatilah anda dalam mengkonsumsi gula pasir, bisa jadi akan menjadi racun bagi tubuh. Sebagaimana Dr Robert Lustig, profesor Pediatri Universitas
California mengingatkan bahayanya mengkonsumsi gula pasir yang berlebihan. Ia menyebut
bahwa gula pasir sebagai zat beracun yang bisa menyebabkan kerusakan serius bagi kesehatan.
Dr. Robert Lustig dikenal sebagai ahli
terkemuka yang fokus meneliti efek dari gula pasir pada tubuh mengatakan bahwa olahraga, diet dan pembatasan kalori tidak akan membantu mengatasi
kelebihan gula dalam tubuh. Rekomendasinya, tak lebih dari delapan
sendok teh perhari. Parahnya yang sekarang banyak beredar di pasaran adalah Gula Pasir Rafinasi, sedangkan gula pasir yang asli sebenarnya adalah yang warnanya putih agak
kusam, bukan putih, karena indikasi gula itu adalah gula pasir rafinasi
sangat besar.
Rafinasi diambil dari kata refinery,
yang artinya menyuling, menyaring, membersihkan. Jadi, bisa dikatakan
gula rafinasi adalah gula yang mempunyai kualitas kemurnian tinggi.
Karena melalui proses pemurnian bertahap, gula rafinasi memiliki kadar
keputihan (ICUMSA) 45, jauh di atas gula kristal putih (GKP) dengan
kadar ICUMSA 200-300.
Oleh karena itulah, ciri fisik gula rafinasi
adalah berwarna putih bersih dan lebih cerah, serta butiran kristalnya
lebih halus dan lembut bila dibandingkan dengan gula lokal. Itu karena
melalui proses pemurnian yang lebih ketat tadi.
Dipabrikan lokal gula pasir diproduksi dengan warna yang kusam agak kecoklatan, dan dipasaran gula pasir ini kalah bersaing dengan gula import yang rafinasi. Tidak
semua orang mengerti apa itu gula rafinasi. Selama ini, yang masyarakat
tahu gula konsumsi di pasaran adalah gula putih atau gula pasir.
Padahal, gula konsumsi itu ada dua jenisnya, yaitu gula kristal putih
(GKP) atau yang sering disebut dengan gula pasir lokal dan gula kristal
rafinasi (GKR) atau yang sering disebut dengan gula rafinasi.
Dari sisi harga di pasaran, antara gula
pasir lokal dan gula pasir rafinasi tidak terlalu mencolok bedanya. “Memang ada
selisih, harga gula rafinasi lebih murah dibanding gula lokal. Itu
karena biaya produksi yang juga lebih murah bila dibanding gula lokal.
Menurutnya, asupan gula berlebih di dalam
tubuh dapat mengarah pada perkembangan sindroma metabolik. Kondisi ini
pada akhirnya akan meningkatkan risiko hipertensi, diabetes dan penyakit
jantung.
American Heart Association (AHA)
mengeluarkan daftar ragam gula. Beberapa yang populer antara lain gula
jagung dan gula pasir atau gula tebu. Banyak yang menyebut gula pasir
yang merupakan sukrosa lebih aman dibandingkan gula jagung yang
merupakan fruktosa.
Fruktosa memiliki struktur lebih
sederhana dibandingkan sukrosa. Ini artinya, gula jagung lebih mudah
diserap tubuh sehingga lebih cepat menaikkan kadar gula dalam darah.
Semakin sederhana strukturnya, semakin mudah terserap tubuh.
Meski begitu, Lustig tetap memeringatkan
bahaya gula jika dikonsumsi berlebih, apapun bentuknya. “Gula dalam
bentuk fruktosa maupun sukrosa sama-sama tidak baik dan berbahaya untuk
kesehatan. Sama-sama racun bagi tubuh,” ujarnya.
Tahun 1956 Thomas L. Cleave, dokter ahli bedah menemukan bahaya mengonsumsi gula pasir (dan terigu). Ia kemudian menjuluki The Saccharine Disease untuk penyakit yang timbul akibat banyak mengonsumsi gula pasir. Gangguan usus (diverticulitis),
kanker usus besar, gangguan pembuluh balik tungkai dan wasir, dan tak
pernah kenyang, bagian dari budaya mengonsumsi gula pasir dan semua
jenis makanan karbohidrat yang diolah pabrik (refined diet), termasuk gula pasir dan terigu.
Makanan karbohidrat yang diolah sudah kehilangan sebagian besar serat (fiber),
selain kehilangan pula vitamin dan mineral yang tubuh butuhkan. Terigu
terbuat dari bahan alam (gandum). Sama seperti beras, akibat kelewat
disosoh, kulit ari bahan jelai yang kaya akan vitamin-mineral tersebut
terbuang, dan dijadikan makanan ternak. Yang sama terjadi pada kulit ari
padi atau bekatul. Semakin putih terigu dan beras, semakin miskin
gizinya.
Lama setelah itu bermunculan temuan,
bahwa budaya makan karbohidrat olahan yang ikut menyokong bermunculannya
penyakit-penyakit degeneratif. Hal itu sejalan dengan konsumsi gula
pasir dunia yang meningkat puluhan kali lipat.
Penyakit akibat kekurangan asupan serat
meningkat. Demikian pula penyakit kantung empedu, penyakit usus, selain
penyakit pembuluh darah dan jantung. Konsumsi kekurangan serat berkaitan
juga dengan penyakit akibat lemak darah yang tinggi dan hipertensi.
Ketika zaman perang pada masa belum
muncul budaya mengonsumsi makanan karbohidrat olahan pabrik, kasus
penyakit degeneratif tidak sebanyak pada masa menu orang didominasi
terigu dan gula pasir. Salah satu sebabnya, dalam menu terigu dan gula
pasir banyak vitamin dan mineral yang hilang. Salah satunya trace-elements chromium. Chromium berperan dalam mengatur metabolisme gula dan kolesterol juga.
Di samping itu, dalam proses pembuatan
terigu, selain kromium yang hilang, mineral kadmium yang tidak
menyehatkan meningkat. Lebih dari separuh trace-elements chromium,
mangan, zat besi, kobalt, tembaga, besi, dan molybdenium, yang semuanya
bersifat esensial bagi tubuh, telah hilang dalam proses pengolahan
gandum menjadi terigu. Begitu juga kalsium, fosfor, magnesium, kalium,
dan natrium.
Akibat konsumsi gula pasir berlebihan,
kelebihan, kelebihan kalori meningkatkan kolesterol tubuh. Kolesterol
yang meningkat membentuk penyakit arteri (atherosclerosis).
Kekurangan serat akibat menu terigu,
flora usus ikut terganggu. Sebagian kuman usus ikut terbuang bersama
tinja, sehingga tumbuh kuman usus yang tidak bersahabat.
Menu berterigu dan bergula pasir lekas
dicerna, dan kurang waktu untuk menambah enzim selama proses pencernaan,
sehingga kualitas makanan dicerna tidak optimal.
Penelitian di Afrika Selatan yang sebagian menu hariannya masih banyak serat, bebas dari menu terigu dan gula pasir, kasus The Saccharine Disease seperti tersebut di atas jauh lebih sedikit dibanding masyarakat dengan menu baratisasi.
Menu berterigu dan bergula juga tidak
memberi rasa penuh dan rasa kenyang di perut karena kurang berampas,
sehingga orang cenderung mengonsumsi makanan lebih banyak dari
kebutuhan. Dari sini juga muasal kenapa menu baratisasi (roti putih,
pastries, permen, minuman ringan) cenderung bikin tubuh jadi kelebihan
berat badan.
Terimakasih telah berkomentar yang sopan... ConversionConversion EmoticonEmoticon